Jumat, 29 Oktober 2010

PROTAP NO 1 THN 2010

PROSEDUR TETAP
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010
TENTANG
PENANGGULANGAN ANARKI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDOESIA
MARKAS BESAR
PROSEDUR TETAP
Nomor : Protap/ I /X/2010
Tentang
PENANGGULANGAN ANARKI
I. PENDAHULUAN
1. Umum
a. anarki merupakan bentuk pelanggaran hukum yang membahayakan keamanan dan
mengganggu ketertiban umum masyarakat sehingga perlau dilakukan penindakan secara
tepat, dan tegas dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM)
serta sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku;
b. agar anarki dapat ditangani secara cepat dan tetap untuk mengeliminir dampak yang
lebih luas, perlun disusun Prosedur Tetap untuk dijadikan pedoman seluruh anggota
Polri.
2. Dasar
a. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
(Berita Republik Indonesia II, 9) beserta perubahannya;
b. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
c. Undang – Undang Nomor 5 tahun 1998 Tentang Ratifikasi Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan
Martabat Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3983);
d. Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3789);
e. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
f. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
g. Undang – Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Hak
Sipil dan Politik (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 2005 nomor 119, tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4558);
h. Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan
Etnis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919);
i. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2010 Tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
j. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengendalian Massa;
k. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 Tentang
Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan Dan Penanganan Perkara
Penyampaian Pendapat di Muka Umum;
l. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian;
m. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang
Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
n. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulanagan Huru-hara;
o. Resolusi PBB 34/169 tanggal 7 Desember 1969 tentang Ketentuan Berperilaku (code of
conduct) untuk Pejabat Penegak Hukum;
p. Protokol PBB Tahun 1080 Yang Diselenggarakan di Kuba Pada Tanggal 27 Agustus
Sampai Dengan 7 September 1980 Tentang Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan
dan Senjata Api Oleh Aparat Penegak Hukum;
3. Tujuan
Agar tercapai keseragaman pola tindak dan tidak menimbulkan keragu-raguan bagi anggota
Polri dalam menangani anarki;
4. Ruang Lingkup
Lingkup prosedur tetap ini meliputi gambaran umum tentang bentuk, sifat, pelaku, akibat
anarki, dasar hokum tindakan tegas, cara bertindak personel, sarana prasarana, penanggung
jawab komando dan pengendalian serta anggaran.
5. Pengertian
a. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat
Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri;
b. Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain yang dilakukan secara
bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku untuk mencegah, menghambat, atau
menghentikan anarki atau pelaku kejahatan lainnya yang mengancam keselamatan, atau
membahayakan jiwa raga, harta benda atau kehormata kesusilaan, guna mewujudkan
tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat;
c. Anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang – terangan oleh
seseorang atau kelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang
mengakibatkan kekacauan. membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan
jiwa dan/atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain;
d. penggunaan kekuatan adalah segala upaya untuk pengerahan daya, potensi atau
kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian untuk
menanggulangi anarki;
e. tindakajan Tegas dan Terukur adalah serangkaian tindakan kepolisian yang dilakukan
oleh anggota Polri baik perorangan maupun dalam ikatan kesatuan secara professional,
proporsional dan tanpa ragu-ragu serta sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
f. merpertahankan diri dan/atau masyarakat adalah tindakan yang diambil oleh anggota
Polri untuk melindungi diri sendiri atau masyarakat, atau harta benda atau kehormatan
kesusilaan dari bahaya yang mengancam secara langsung;
g. Ambang Gangguan selanjutnya disingkat AG adalah kondisi gangguan Kamtibmas yang
jika dibiarkan tidak ada tindakan kepolisian dapat meningkat menjadi gangguan nyata;
h. gangguan Nyata selanjutnya disingkat GN adalah gangguan keamanan berupa
kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat
berupa jiwa raga maupun harta benda;
i. hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kerhormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
j. pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuki aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang dan tidak mendapatkan, atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
6. Asas-Asas
Dalam menerapkan tugas dan perlindungan terhadap warga masyarakat setiap anggota Polri
wajib memperhatikan:
a. asa legalitas, yaitu setiap aggota Polri dalam melakukan tindakan harus
sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, baik di dalam perundangundungan
nasional maupun internasional;
b. asa nesesitas, yaitu setiap anggota Polri yang dalam melakukan tindakan
harus didasari oleh suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan penegakan
hukum, yang mengharuskan anggota Polri melakukan suatu tindakan yang
membatasi kebebasan seseorang ketika menghadapi kejadian yang tidak
dapat dihindarkan;
c. asa proporsionalitas, yaitu setiap aggota Polri yang melakukan tugas harus
senantiasa menjaga keseimbangan antara tindakan yang dilakukan dengan
ancaman yang dihadapi dalam penegakan hukum; dan
d. asas akuntabilitas, yaitu setiap anggota Polri yang melakuka tugas
senantiasa harus bertanggug jawab sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
II. BENTUK, SIFAT, PELAKU DAN AKIBAT ANARKI
7. Bentuk
a. Ambang Gagguan (AG).
Bentuk-bentuk perbuatan yang merupakan AG yang belum menjadi anarki,
antara lain:
1) membawa senjata (api, tajam);
2) membawa bahan berbahaya (padat, cair dan gas);
3) membawa senjata/bahan berbahaya lainnya (ketapel, kejut); dan
4) melakukan tindakan provokatif (menghasut).
b. Gangguan Nyata (GN)
Bentuk-bentuk perbuatan yang merupakan GN anarki, antara lain:
1) perkelahian massal;
2) pembakaran;
3) perusakan ;
4) pengancaman;
5) penganiayaan;
6) pemerkosaan;
7) penghilangan nyawa orang;
8) penyanderaan;
9) penculikan;
10) pengeroyokan;
11) sabotase;
12) penjarahan;
13) perampasan;
14) pencurian; dan
15) melawan/menghina petugas dengan menggunakan atau tanpa
menggunakan alat dan/atau senjata.
8. Sifat
Sifat anarki antara lain:
a. agresif;
b. spontan;
c. sporadis;
d. sadis;
e. menimbulkan ketakutan;
f. brutal;
g. berdampak luas; dan
h. pada umumnya dilakukan secara missal.
9. Pelaku
Anarki dapat dilakukan oleh:
a. perorangan, dengan mengabaikan peraturan yang ada, dan berdampak luas
terhadap stabilitas Kamtibmas; dan
b. kelompok atau kolektif, baik yang dikendalikan/digerakkan oleh seseorang
maupun tidak dikendalikan oleh seseorang namun dilakukan secara bersamasama,
dan berdampak luas terhadap stabilitas Kamtibmas.
10. Akibat
Anarki dapat menyebabkan terjadinya:
a. kerugian jiwa dan harta benda yang berpengaruh terhadap stabilitas Kamtibmas
atau meresahkan masyarakat luas atau keselamatan masyarakat.
b. gangguan terhadap stabilitas Kamtibmas yang menyebabkan fungsi pemerintah
maupun aktifitas keseharian masyarakat tidak dapat berlangsung dengan lancar;
c. gangguan terhadap operasional dan fungsi suatu institusi tertentu, baik swasta
maupun pemerintah.
III. PELAKSANAAN PENANGANAN ANARKI
11. Dasar hukum tindakan tegas
a. KUHP
1) Pasal 48 : “barang siapa/anggota yang melakukan tindakan secara terpaksa
tidak dapat di pidana”;
2) Pasal 49 : “barang siapa/anggota yang melakukan perbuatan pembelaan
secara terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain karena ada
serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang
melawan hukum tidak dapat dipidana”;
3) Pasal 50 : “barang siapa/anggota melakukan perbuatan untuk
melaksanakan ketentuan Undang-Undang tidak dipidana”;
4) Pasal 51 : “barang siapa/anggota melakukan perbuatan untuk melaksankan
perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak
dipidana”.
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI.
Pasal 18 : untuk kepentingan umum pejabat Polri dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri, meliputi:
1) pertimbangan manfaat serta resiko dari tindakannya; dan
2) betul-betul untuk kepentingan umum;
c. Protokol VII PBB tanggal 27 Agustus – 2 September 1990 di Havana Cuba
tentang Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api Oleh
Aparat Penegak Hukum:
1) untuk membela diri atau orang lain terhadap ancaman kematian atau luka
parah yang segera terjadi;
2) untuk mencegah pelaku kejahatan melarikan diri;
3) untuk mencegah dilakukannya suatu tindakan kejahatan yang sangat
serius; dan
4) apabila cara yan kurang ekstrim tidak cukup untuk mencapai tujuan-tujuan;
d. Resolusi PBB 34/169 Tanggal 7 Desember 1969 tentang Ketentuan
Berperilaku (code of conduct) untuk Pejabat Penegak Hukum:
1) dapat diberi wewenang untuk menggunakan kekerasan apabila perlu
menurut keadilan untuk mencegah kejahatan atau dalam melaksanakan
penangkapan yang sah terhadap pelaku yang dicurigai sebagai pelaku
kejahatan;
2) sesuai dengan asas keseimbangan antara penggunaan kekerasan dengan
tujuan yang hendak dicapai; dan
3) pelaku kejahatan melakukan perlawanan dengan sejata api atau
membahayakan jiwa orang lain.
12. Personal.
a. setiap anggota Polri baik perorangan maupun dalam kaitan satuan;
b. setiap anggota Polri apabila mendengar, melihat dan mengetahui AG anarki
dan/atau GN anarki wajib mengambil tindakan sesuai dengan keadaan dan
berdasarkan penilaian sendiri.
13. Sarana dan prasarana.
Sarana dan prasarana yang digunakan berupa peralatan perorangan maupun
peralatan satuan yang dimiliki oleh tia-tiap satuan kepolisian.
14. Cara bertindak
a. Terhadap sasaran AG
1) Perorangan anggota Polri
Apabila melihat, mendengar dan mengetahui AG, setiap anggota Polri wajib
melakukan tindakan agar AG tidak berkembang menjadi GN dengan upaya
antara lain:
a) melakukan pemantauan dan himbauan kepada pelaku agar menaati
hukum yang berlaku dan menjaga tata tertib;
b) menyampaikan kepada pelaku bahwa perbuatannya dapat
membahayakan keteteraman dan keselamatan umum, serta jangan
menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah;
c) mencatat identitas pelaku beserta peralatan yang dibawanya;
d) apabila pelaku melakukan perlawanan kepada petugas, maka segera
dilakukan himbauan berupa:
SAYA SELAKU ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA ATAS NAMA UNDANG-UNDANG SAYA
PERINTAHKAN AGAR SAUDARA TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN
YANG MELANGGAR HUKUM.
e) melaporkan kepada pimpinan dan/atau satuan kepolisian terdekat
dengan menggunakan alat komunikasi yang ada:
2) Personel ikatan satuan
Apabila personel dalam ikatan satuan melihat, mendengar, mengetahui
adanya AG, cara bertindak yang dilakukan adalah:
a) pimpinan satuan melakukan pembagian tuags, antara lain: tugas
pemantauan, pemotretan, identifikasi;
b) pimpinan satuan melakukan himbauan kepada pelaku untuk menaati
hukum yang berlaku dan menjaga tata tertib;
c) menghimbau agar segera menyerahkan peralatan dan/atau barangbarang
berbahaya lainnya kepada petugas;
d) apabila pelaku melakukan perlawanan kepada petugas, maka
segera dilakukan himbauan berupa:
SAYA SELAKU PETUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA ATAS NAMA UNDANG-UNDANG SAYA
PERINTAHKAN :
(1) AGAR TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN MELANGGAR HUKUM;
(2) AGAR SEGERA MENYERAHKAN PERALATAN DAN/ATAU
BARANG-BARANG BERBAHAYA LAINYA KEPADA PETUGAS;
(3) APABILA TIDAK MENGINDAHKAN KAMI AKAN MELAKUKAN
TINDAKAN TEGAS.
e) apabila pelaku tidak mengindahkan perintah petugas, maka dilakukan
penindakan:
(1) MEMERINTAHKAN MENGHENTIKAN PERGERAKAN PELAKU
DAN/ATAU KENDARAAN YANG DIGUNAKAN;
(2) MEMERINTAHKAN SEMUA ORANG UNTUK BERHIMPUN
ATAU TURUN DARI KENDARAAN;
(3) MELAKUKAN PENGGELEDAHAN DAN/ATAU PENYITAAN
ATAS BARANG-BARANG YANG MENYERTAINYA.
f) apabila pelaku melakukan perlawanan fisik terhadap petugas, maka
dilakukan tindakan melumpuhkan dengan menggunakan:
(1) kendali tangan kosong;
(2) kendali tangan kosong keras;
(3) kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata,
atau alat lain sesuai standar Polri; dan
(4) kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain untuk
menghentikan tindakan atau prilaku pelaku yang dapat
menyebabkan luka atau kematian anggota Polri atau anggota
masyarakat.
g) apabila personel dalam ikatan satuan tidak mampu menangani AG
anarki, maka segera meminta bantuan kekuatan dan perkuatan
secara berjenjang;
h) apabila pelaku secara suka rela segera menyerahkan diri, maka
dilakukan tindakan membawa pelaku ke kantor Polisi terdekat untuk
dilakukan proses lebih lanjut; dan
i) terhadap para pelaku yang secara suka rela menyerahkan diri harus
diperlakukan secara manusiawi dan berikan perlindungan terhadap
hak-haknya.
15. Cara bertindak terhadap sasaran GN
a. Perorangan anggota Polri
1) apabila pelaku melakukan anarki, maka segera dilakukan tindakan:
a) peringatan secara lisan agar menghentikan tindakanya;
b) segera melaporkan kepada pimpinan dan/atau satuan Polri
terdekat untuk meminta bantuan kekuatan dan perkuatan.
2) berdasarkan penilaian sendiri bahwa pelaku anarki dapat ditangani,
maka diupayakan dilakuakan tindakan melumpuhkan dengan:
a) kendali senjata tumpul dan/atau senjata kimia antara lain gas
air mata, atau alat lain sesuai standar Polri; dan
b) kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain untuk
menghentikan tindakan atau perilaku yang dapat
menyebabkan luka parah atau kematian dirinya sendiri atau
anggota masyarakat.
3) apabila pelaku anarki dalam bentuk kelompok, maka dilakukan
tindakan :
a) segera melaporkan kepada pimpinan dan/atau satuan
Kepolisian terdekat untuk meminta bantuan kekuatan dan
perkuatan dengan menggunakan sarana komunikasi yang
ada;
b) melakukan pengawasan atas gerak gerik pelaku dengan
menggunakan peralatan dan/atau tanpa peralatan.
b. Personel ikatan satuan
Apabila personel dalam ikatan satuan menghadapi GN, cara bertindak
yang dilakukan adalah:
1) pimpinan satuan memerintahkan kepada para pelaku untuk
menghentikan semua anarki dengan bunyi perintah:
a) SAYA SELAKU PETUGAS KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA ATAS NAMA UNDANG-UNDANG
SAYA PERINTAHKAN AGAR MENGHENTIKAN ANARKI;
b) APABILA TIDAK MENGINDAHKAN PERINTAH AKAN
DILAKUKAN TINDAKAN TEGAS.
2) apabila pelaku tidak mengindahkan perintah petugas maka segera
dilakukan tindakan melumpuhkan dengan cara:
a) kendali tangan kosong keras;
b) kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata,
atau alat lain sesuai standar Polri;
c) kendali dengan mengggunakan senjata api atau alat lain
untuk menghentikan tindakan atau perilaku anarki yang dapat
menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau
anggota masyarakat atau kerusakandan/atau kerugian harta
benda didahului dengan tembakan peringatan kearah yang
tidak membahayakan;
d) apabila pelaku tidak mengindahkan tembakan peringatan
maka dilakukan tembakan terarah kepada sasaran yang tidak
mematikan.
3) apabila personel dalam ikatan satuan tidak mampu menangani
pelaku anarki segera meminta bantuan kekuatan dan perkuatan
secara berjenjang;
4) apabila dalam tindakan melumpuhkan yang dilakukan oleh petugas
terjadi korban luka petugas, pelaku dan/atau masyarakat, segera
dilakukan pertolongan sesuai prosedur pertolongan dengan
menggunakan sarana yang tersedia.
16. Penanggung jawab
Kasatwil, kasatfung dan/atau pimpinan satuan lapangan bertanggung jawab
terhadap seluruh tindakan kepolisian yang dilakukan anggotanya.
IV. KOMANDO DAN PENGENDALIAN
17. Dalam penanganan anarki pimpinan yang bertanggung jawab melakukan
komando dan pengendalian yaitu:
a. Kapolri, untuk tingkat nasional;
b. Kapolda, untuk tingkat provinsi;
c. Kapolres, untuk tingkat kabupaten/kota; dan
d. Kapolsek, untuk tingkat kecamatan.
18. Dalam keadaan eskalasi anarki semakin meningkat, maka komando dan
pengendalian diambil alih secara berjenjang;
19. Dalam hal penanganan anarki yang melibatkan fungsi eksternal Polri, komando
dan pengendalian taktis berada pada Kepala Kesatuan Kewilayahan Polri,
sedangkan komando pengendalian teknis berada pada pimpinan fungsi eksternal
masing-masing;
20. Pengemban fungsi pengawasan dan pengamanan internal berkewajiban
melaksanakan pengamanan dan pemeriksaan terhadap personel Polri yang
melakukan tindakan tegas sebagaimana dimaksud dalam Protap ini, dalam
rangka kelengkapan administrasi maupun prosedur menghadapi transparansi
dan akuntabilitas.
V. ANGGARAN
21. Dukungan administrasi , logistik dan opersional yang dibutuhkan dalam
penanganan anarki menggunakan anggaran Polri.
VI. PENUTUP
Ketentuan yang diatur dalam prosedur tetap penanggulangan anarki ini agar dijadikan
pedoman bagi seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar